KABUL AFGHANISTAN: Kesan Pertama

Masih sangat lekat teringat ketika pertama kali kami memutuskan untuk berkunjung dan bertemu keluarga di Afghanistan. Tanah kelahiran suami saya yang belum pernah saya injakkan kaki disana bahkan untuk sekedar bertemu keluarga besar. Selama dua tahun ini, saya hanya mendengar banyak cerita tentang Afghanistan, terutama Kabul, baik dari suami saya langsung, maupun dari internet. Kesan dan bayangan akan Kabul berdasarkan cerita suami adalah sebuah kota yang sangat religius, kental akan nuansa islam, kering dan gersang karena termasuk dalam tanah middle east, serta menyeramkan dan masih banyak senjata api dimiliki oleh beberapa orang secara ilegal. Belum lagi ditambah banyaknya kasus pemboman bunuh diri yang bisa terjadi kapanpun dan dimanapun. Dalam benak saya, lebih baik tidak pernah mengunjungi Kabul karena sangat berbahaya.

Sejenak setelah pesawat kami landing di bandara Kabul, beberapa hal yang saya pikirkan ternyata salah.

Kabul saya ibaratkan seperti kota yang berada dalam sebuah kotak kaca. Jika kotak itu tidak kita buka dan hanya dilihat dari luar, maka yang tampak hanya ketidakamanan, keterpurukan, kemiskinan, ketidaksejahteraan, kebodohan, dan ketertinggalan. Namun, jika kita sudah masuk di dalam kotak itu, berinteraksi dengan orang di dalamnya, menjadi bagian dari kota itu, bersahaja dengan alam dan melihat jauh lebih dalam, maka banyak sekali kemegahan dan keindahan kota Kabul. Kota ini menjadi sedemikian tidak aman, bukan karena masyarakatnya yang memang berkarakter demikian, tapi karena ulah manusia yang tidak ingin adanya kemajuan dari kota ini dengan alasan apapun. Mereka mungkin tau bahwa ada banyak potensi yang bisa dilakukan oleh masyarakat Kabul yang akan membahayakan masyarakat negara lainnya, sehingga dihasut, dicuci otak, dibuat kaum sedemikian rupa untuk berusaha mematikan kota ini. Namun, terlepas daripada itu, ada keinginan bertahan hidup yang sangat kuat yang saya rasakan selama satu bulan berada di kota ini.

Memang seram. Orang pertama yang saya lihat adalah ia yang berpakaian militer, bersenjata lengkap dan berkendaraan tank. Siapa yang tak takut. Seakan-akan bahaya ada di depan mata. Apalagi bagi saya, orang awam yang buta pengetahuan negara konflik, pastinya juga akan berpikir demikian. Namun, keyakinan akan keamanan saya coba tanamkan sejak pertama kali saya menginjakkan kaki di Kabul karena suami saya yang berkata demikian. Ia berulang kali mengatakan bahwa nasib, umur dan rejeki ada di tangan Allah, bismillah, lakukan kebaikan hari ini, maka jika kita pun harus mati hari ini, setidaknya itu untuk hal baik. Maka kalimat ini selalu saya ingat saat setiap kali saya ingin bepergian kemanapun. Bahkan tidak jarang saya berpikir bahwa semoga hari ini Zahra tidak menjadi yatim piatu. Naudzubillah...

Foto dari pesawat

Hamid Karzai Kabul International Airport

Mobil jeep di sekitaran airport dan di setiap pertigaan jalan

Tentara di setiap pertigaan

Comments

Popular posts from this blog

THINGS TO DO IN JAPAN #8-Hanami (Sakura party)

KABUL, AFGHANISTAN: Pemandangan kota

Rock Festival of Agriculture in Tsuruoka, 29 September 2013