KABUL, AFGHANISTAN: Pemandangan kota

Ternyata masih banyak orang yang menyamaratakan Kabul dengan Aleppo atau Kabul dengan Gaza. Seakan-akan tidak ada kehidupan disana. Seolah-olah internet, TV, radio dan telepon tidak bisa digunakan disana. Air, sumber makanan dan obat-obatan juga sulit didapat. Melalui blog ini, saya ingin katakan bahwa Kabul tidaklah demikian. Kabul, Afghanistan, masih seperti kota-kota pada umumnya. Masih ada kehidupan, masih ada transaksi perekonomian, masih banyak pesta pernikahan, masih ada internet, TV, radio dan telepon, masih ada kegiatan sekolah dan edukasi, masih juga ada kegiatan di rumah sakit dengan obat-obatan yang mudah di dapat. Kabul tidak seseram yang dibayangkan dan Kabul bukanlah kota mati.

Hanya saja belum terlalu maju dan modern. Bahkan masih jauh dari kata berkembang. Tidak bisa kita bandingkan Kabul dengan Jakarta atau bahwa Surabaya. Masih sangat jauh dengan kota-kota di Indonesia, walaupun status Kabul sebagai ibukota negara.

Di musim dingin, kota ini berubah menjadi sangat kering, dingin dan banyak polusi. Jarang ada hujan di siang hari, dan polusi udara akibat pemanas ruangan menggunakan batu bara di malam hari. Di musim dingin, masyarakat menunggu salju segera turun, karena akan mengubah iklim dengan sangat drastis. Ketika saya tiba disana, salju belum turun, debu masih sangat mudah bertebaran termasuk virus dan bakteri. Seminggu pertama saya muntah-muntah dan demam, begitu juga Zahra. Ternyata sindrom ini banyak terjadi pada turis asing yang baru masuk ke Kabul. Nampaknya perut kami mencoba bertahan dan melawan virus asing di Kabul. Tidak hanya itu, ibu duta besar yang sempat saya temui di KBRI juga mengatakan demikian. Masyarakat Kabul sangat lega jika salju sudah turun, seakan-akan mematikan sebagian besar mikroogranisme jahat. Batuk dan flu mulai mereda. 

Barang-barang yang dijual di pasar lokal

Daging sapi, kambing dan sapi yang dijual dengan harga yang murah

Siang dan malam hari, Kabul menjalankan kehidupannya seperti biasa. Banyak pedagang dan pekerja yang mencari rizki. Saat itu sedang libur musim dingin, sayang sekali saya tidak bisa melihat anak-anak berlalu lalang berangkat dan pulang sekolah, padahal ingin sekali saya menyaksikan itu. Bahan makanan di pasar juga sangat lengkap. Mulai dari bayam segar hingga beras impor juga ada. Kebanyakan bahan makanan di Kabul memang di impor dari Pakistan, Iran dan Turki. Entah karena apa. Mungkin belum cukup komoditas negara menampung semua kebutuhan pasar. Tidak hanya itu. Bahan pakaian dan fashion saya bilang cukup baik. Lagi lagi impor dari Turki atau Iran dan Pakistan, bahkan Korea Selatan. Perempuan disini meskipun berhijab tapi style sangatlah penting. Tidak hanya baju tapi juga sepatu dan perhiasan. Bahkan lebih perhatian daripada saya sendiri orang Indonesia. 

Lingkungan tempat tinggal suami saya

Penjagaan ketat oleh tentara di depan mall



Comments

Popular posts from this blog

THINGS TO DO IN JAPAN #8-Hanami (Sakura party)

Rock Festival of Agriculture in Tsuruoka, 29 September 2013